Jumat, 27 Mei 2016

APATISME MAHASISWA DAN PENTINGNYA POLITIK



Oleh : Ubaidillah Rosyid
Kader IMM Al-Idrisi Fakultas Geografi
Mahasiswa Semester 2

Pesta demokrasi kampus baru saja selesai digelar. Presiden Mahasiswa sudah terpilih. Sudah tidak ada lagi hiruk pikuk yang terjadi terkait dengan Pemilwa (Pemilihan Umum Mahasiswa). Tetapi tidak ada salahnya jika Saya kembali membahas tentang hal tersebut. Mungkin bisa menjadi refleksi kita bersama sebagai mahasiswa.
            Jika kita analogikan UMS sebagai sebuah Negara, dalam Pemilwa kemarin, kita (rakyat) memilih seorang pemimpin (presiden) yang akan memimpin kita. Saya melihat masih banyak ketidakpedulian atau apatisme mahasiswa tentang hal ini. Jangankan visi-misi dari capres-cawapres, siapa calonnya saja masih banyak mahasiswa yang tidak tahu. Bahkan saking apatisnya, mereka bakal berkata, “apasih efeknya buat aku ?” Lebih parahnya lagi, ada mahasiswa yang mengatakan, “Aku nggak mau nyoblos siapapun, lha wong nggak ada yang ngasih duit ke aku.” Itu merupakan pengalaman empiris saat Saya coba mengajak beberapa kawan se-angkatan untuk ikut coblosan. Ironis bukan ?
Kalo kita menilik sejarah, pergerakan mahasiswa sudah ada sejak dulu. Tahun 1966 mahasiswa melakukan mobilisasi besar-besaran menyerukan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) kepada rezim orde lama, yang dirasa sudah menyengsarakan rakyat, itu sebagai tanda bahwa mereka memihak rakyat. Namun, saat terjadi perpindahan kekuasaan dari rezim orde lama ke tangan orde baru, kesempatan mereka untuk kembali menyuarakan kebenaran telah dibatasi, setelah diberlakukannya NKK-BKK oleh Daoed Joesoef tahun 1979. Nah, apatisme mahasiswa mulai muncul dan berkembang, saat tidak diberi tempat di dunia politik. Akhirnya orientasi mereka menjadi lebih sempit, hanya disibukkan pada dunia kuliah. Pergerakan mereka dibatasi, suara mereka dibungkam.
            Ada juga beberapa faktor yang mendorong hal tersebut. Mereka mungkin saja terbawa oleh arus kondisi politik nasional lewat pemberitaan di media-media. Karena selama ini terlalu banyak berita buruk tentang politik yang di expose. Akhirnya stigma negatif yang terbangun di mindset mereka, bahwa politik itu kotor, politik itu tai kucing, hanya janji palsu semata dan sebagainya. Walhasil ada semacam trauma yang muncul untuk berpartisipasi di dalam proses politik kampus khususnya. Disamping itu, paham hedonisme di kalangan mahasiswa masih menjadi faktor utama penyebab apatisme. Mereka sibuk mencari kesenangan, sehingga tidak tahu dan tidak mau tahu dinamika apa yang sedang terjadi di kampus. Di sisi lain, menurut data yang saya dapat dari beberapa mahasiswa geografi, sosialisasi tentang pemilwa dirasa masih kurang.
Pentingnya politik
Ya, sebagai mahasiswa memang tujuan utama kita adalah kuliah. Tapi apakah kita akan tetap acuh tak acuh terhadap Pemilwa ? Jika kita kaji lebih jauh lagi dalam arti tataran nasional, Indonesia adalah negara demokrasi, dimana konsep milik Abraham Lincoln yaitu dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat berlaku dalam permainan politik. Penentuan kebijakan dimainkan sepenuhnya oleh rakyat. Mau tidak mau kita harus kritis dalam memilih dan tidak boleh salah pilih. Apakah Ibu-ibu bakul jamu atau bapak tukang parkir disana kepikiran sampai kesitu ? Tentu tidak. Yang mereka pikirkan hanya mencari nafkah yang halal, selesai. Sebagai rakyat berpendidikan, kita lah yang akan memperjuangkan hak-hak mereka. Maka dari itu, disinilah letak fungsi mahasiswa sebagai (yang katanya) agent of social control. Nah, sebelum menghadapi lingkup nasional, maka perlu pembelajaran dahulu. Kampus sebagai miniatur negara adalah tempat yang sangat tepat untuk pembelajaran dan pencerdasan kita dalam hal politik.
Pencerdasan politik menjadi wajib hukumnya dalam kondisi demikian. Karena sebenarnya hal yang menjadi permasalahan dasar adalah pandangan terhadap politik yang masih sangat sempit. Akibatnya kita dengan mudah di intervensi politik dan terus menerus dipolitisisasi alias dibodohi. Memang pendidikan politik secara formal maupun tak formal di lingkungan fakultas kita masih minim. Maka, dengan tulisan ini diharapkan ada pihak yang peka dan kemudian munculah sebuah rencana tindak lanjut.

Ingat! Politik tidak selalu negatif, jika kita mau mencintai politik dengan penuh kebijaksanaan. Dan jika nggak mau di permainkan oleh politik, makanya jangan takut untuk belajar politik. Karena, politik merupakan ujung tombak dalam segala penentuan kebijakan. HIDUP MAHASISWA ! haha

0 komentar:

Posting Komentar